SHS, “Rekaman” dan WTP

Mencuatnya rekaman pembicaraan yang diduga antara Gubernur Sulut, Drs. Sinyo Harry Sarundajang dan personel KPU Sulut, KPU Kabupaten/Kota, dan bahkan I Made Putu Artha selaku anggota KPU Pusat---paling tidak telah membawa dampak plus minus bagi SHS selaku incumbent.
Di satu sisi, adalah wajar jika publik Sulut mengait-ngaitkannya dengan dua agenda pilkada Sulut, yaitu alotnya pembahasan pengesahan anggaran dana Pilkada yang awalnya hanya 30 milyar hingga menjadi 116.9 Milayar dan telah ditetapkan DPRD Sulut minus PDIP, serta kisruh berkepanjangan soal hari H Pilkada di Sulut antara KPU Manado dan KPU Sulut. Dua agenda itu memang tampak seksi dalam Pilkada Sulut saat ini. Oleh karena seksinya, media cetak dan elektonik pun memberitakannya secara masif. Tidak mengherankan, agenda yang dipersoalkan ini begitu hangat dalam ingatan publik, disamping mengait-ngaitkannya soal siapa dan partai apa yang akan keluar sebagai pemenang.
Meskipun pada akhirnya pihak berwajib menyatakan bahwa isi rekaman tersebut tidak cukup bukti adanya upaya penyuapan dan arahan SHS untuk memenangkan dirinya dalam Pilkada nanti, namun secara politik pamor SHS jatuh hingga ke titik nadir di mata publik Sulut. Mengapa.? Dunia politik tentu tak lepas dari soal citra, image, dan kredibilitas figur yang akan menjadi pemimpin.
Kemudian, slogan “Membangun Tanpa Korupsi” kini menjadi tanda tanya besar bagi publik. Pencitraan tentang dirinya yang “bersih” dari korupsi, kini publik jadi ragu dengan slogan itu. Unsur Kolusi dan Nepotisme yang selama ini memang jarang terdengar dari SHS kini mencuat dalam bentuk rekaman, konon sebagian pengamat berisi persekongkolan dan konspirasi politik.
Pengerdilan salah satu calon Gubernur, RML (Ramoy Mati Langkah) dari PDIP di hadapan para penyelenggara pemilu juga salah satu point yang membuat pamor SHS turun di mata publik. Sebab, ini juga merupakan tolok ukur bagi seorang pemimpin yang demokratis dan berkarakter.
Pada sisi yang lain, masifnya pemberitaan tentang SHS diberbagai media secara tidak langsung berdampak pada popularitasnya naik drastis. Apalagi klarifikasi dari Tim suksesnya menyebutkan bahwa munculnya rekaman tersebut hanyalah perbuatan orang-orang yang hendak melakukan pembunuhan karakter, atau kampanye hitam terhadap diri SHS, sehingga hal itu hanyalah upaya politik tidak sehat menjelang Pilkada.
Pada saat popularitas SHS naik tajamnya akibat pemberitaan soal rekaman kontroversial, kemudian menyusul pemberitaan dimana BPK RI Kantor Perwakilan Sulawesi Utara memberikan Opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP-Unqualified Opinion) terhadap laporan keuangan Pemerintah daerah Pemprov Sulut tahun anggaran 2009, hal ini sedikt banyak membantu citra positif SHS naik dalam soal penggunaan keuangan daerah.
Keraguan publik akan kebenaran SHS “Membangun Tanpa Korupsi” kini mulai hilang karena hadirnya WTP dari BPK Sulut. Mengubah orang yang tadinya ragu kemudian menjadi percaya memang tidaklah mudah. Karenanya, klarifikasi SHS terhadap rekaman kontroversial itu wajib dila lakukan dan memang sedang ditunggu-tunggu masyarakat Sulut. Hasil penyeledikian dan penyidikan pihak berwajib secara benar dan objektif sangat menentukan langkah politik SHS selanjutnya.
artikel ini dimuat di http://tribunmanado.co.id Kamis,06 Mei 2010

No Response to "SHS, “Rekaman” dan WTP"

Posting Komentar